Dalam dunia pendidikan, khususnya lembaga non-profit seperti yayasan, sering kali terjadi perdebatan mengenai bagaimana mengelola organisasi secara efektif tanpa mengorbankan nilai-nilai idealisme yang mendasarinya.
Di satu sisi, ada dorongan untuk menjaga visi dan misi luhur yayasan, sementara di sisi lain, tuntutan untuk menjalankan manajemen yang lebih profesional dan berbasis data semakin meningkat. Pertanyaan yang muncul: apakah penerapan manajemen modern akan mengikis idealisme atau justru menguatkan amanah yang diemban oleh yayasan?
Realitas di lapangan menunjukkan banyak yayasan masih terjebak dalam pendekatan tradisional yang mengandalkan keputusan subjektif, seringkali tanpa data yang memadai. Dalam kelas pasca sarjana yang penulis ikuti, materi tentang Advance Marketing Management membuka mata bahwa manajemen modern adalah sebuah keniscayaan untuk menjaga eksistensi di dunia yang semakin kompetitif.
Pengalaman ini mendorong penulis untuk merefleksikan tantangan ini dalam konteks yayasan pendidikan, yang berjuang untuk menyeimbangkan antara idealisme dan efektivitas pengelolaan.
Yayasan pendidikan sering kali menghadapi tantangan dalam mengelola sumber daya yang terbatas, baik dari segi finansial, SDM, maupun infrastruktur. Di tengah tantangan tersebut, muncul anggapan bahwa penerapan manajemen modern, yang mengutamakan efisiensi dan akuntabilitas, akan bertentangan dengan semangat kemanusiaan dan sosial yayasan. Namun, kenyataannya justru sebaliknya.
Manajemen modern adalah sebuah alat yang dapat membantu yayasan tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang. Sebagaimana yang dinyatakan oleh ahli manajemen seperti Peter Drucker, “The most important thing in communication is hearing what isn’t said.” menganggap segalanya baik-baik saja tidaklah cukup, penting untuk mendengar dari yang tak terucap.
Mengelola yayasan dengan manajemen yang baik sebenarnya berkomunikasi lebih jelas—baik dengan para pendukung, pengelola, maupun masyarakat luas. Pendekatan ini memastikan bahwa setiap keputusan didasarkan pada data yang valid, bukan asumsi pribadi atau kepentingan sempit pihak-pihak tertentu.
Manajemen modern sejatinya tidak hanya tentang profit dalam konteks ekonomi, tetapi juga profit sosial. Ini adalah bagaimana yayasan dapat memaksimalkan dampaknya terhadap masyarakat melalui pendidikan yang lebih baik dan terkelola dengan baik. Pendekatan ini tidak merusak nilai-nilai luhur yayasan, melainkan mendukungnya dengan fondasi yang lebih kokoh dan berkelanjutan.
Keputusan Berbasis Data: Menjaga Amanah
Salah satu prinsip utama manajemen modern adalah pengambilan keputusan berbasis data. Dalam yayasan pendidikan, sering kali keputusan diambil berdasarkan intuisi, kebiasaan, atau bahkan posisi hierarkis, yang tidak selalu mencerminkan kebutuhan dan kenyataan di lapangan. Inilah yang menjadikan pengelolaan yayasan kurang optimal dan cenderung stagnan.
Sebuah pendekatan berbasis data akan membawa yayasan pada landasan keputusan yang lebih kuat. Marketing Intelligent (MI), misalnya, adalah strategi untuk mendapatkan data dari pasar guna mempertahankan relevansi yayasan di tengah kompetisi.
Dalam konteks MI, pasar diibaratkan terdiri dari 4C: competitor, consumer, channel of distribution, dan center/regulation. Yayasan yang ingin bertahan harus mampu memahami peta kompetisi, mengenali kebutuhan para konsumennya (orang tua murid, siswa), mengatur distribusi informasi dengan baik, serta mematuhi regulasi yang ada.
Penting untuk diingat bahwa pengelolaan yayasan bukan semata tugas administratif, tetapi juga tanggung jawab moral. Firman Allah dalam QS. Al-Anfal [8:27] mengingatkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.”
Penerapan manajemen berbasis data adalah salah satu cara kita menjaga amanah ini, memastikan bahwa setiap tindakan dan kebijakan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan.
Membangun Mindset yang Seimbang
Resistensi terhadap penerapan manajemen modern di yayasan sering kali berakar pada masalah psikologis dan mentalitas yang berkembang di kalangan SDM pengelola. Ada rasa “berdosa” ketika standar-standar manajemen profesional diterapkan, seolah-olah yayasan akan kehilangan jiwanya. Namun, jika kita menelaah lebih jauh, justru manajemen yang baik dapat menjadi wujud dari implementasi nilai-nilai agama yang lebih baik.
Marketing intelligent, misalnya, sejatinya meneladani sifat-sifat Rasulullah ﷺ dalam memimpin, yaitu shidiq (jujur), amanah (dipercaya), fathanah (cerdas), dan tabligh (mampu menyampaikan). Dengan mengelola yayasan secara jujur dan transparan (shidiq), kita memastikan bahwa data yang digunakan adalah valid dan tidak dimanipulasi.
Melalui amanah, kita menjaga kepercayaan dari para stakeholder dengan memberikan laporan yang akurat dan akuntabel. Kecerdasan (fathanah) dalam pengelolaan yayasan akan tampak dalam strategi yang adaptif dan inovatif, sementara tabligh memastikan bahwa keputusan yang diambil dikomunikasikan dengan jelas dan tepat kepada semua pihak.
Menuju Yayasan yang Berdaya dan Berkelanjutan
Pada akhirnya, sebuah yayasan yang ingin bertahan dan berkembang di tengah tantangan zaman harus mampu beradaptasi dengan penerapan manajemen yang lebih modern. Bukan berarti nilai-nilai tradisional atau idealisme harus ditinggalkan, tetapi mereka harus berjalan beriringan.
Dengan penerapan manajemen yang efisien dan profesional, yayasan akan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Abraham Maslow dalam teori hierarki kebutuhannya, “What a man can be, he must be.” Yayasan harus berkembang menjadi yang terbaik dari dirinya, dan itu hanya bisa dicapai dengan pengelolaan yang baik.
Maka dari itu, bukan saatnya lagi kita terjebak pada persepsi bahwa manajemen modern bertentangan dengan misi sosial yayasan. Justru dengan manajemen yang baik, kita dapat menjaga amanah yang lebih besar dan memastikan yayasan kita terus memberikan kontribusi yang signifikan bagi kemajuan pendidikan dan umat.
Wacana tentang penerapan manajemen modern di yayasan pendidikan mungkin akan selalu menemui resistensi. Namun, jika kita mampu melihat bahwa tujuan utamanya adalah menjaga amanah dan keberlanjutan lembaga, maka resistensi ini akan berkurang.
Saatnya yayasan bergerak menuju profesionalisme, demi mencapai amanah yang lebih besar dan berkelanjutan. Mari kita membuka diri terhadap kritik dan saran, karena pada akhirnya, kesuksesan yayasan adalah kesuksesan kita bersama dalam melayani umat.