Ajaran Islam begitu dahsyat, hebat begitu kagum ketika kita menginsafi setiap konsepnya baik perintah atau larangannya, anjuran dan nasihatnya, peringatan dan kabar gembiranya. Namun tantangannya adalah bagaimana ajaran Islam ini menjadi gerak mewujud nyata memberi manfaat bagi diri dan umat.
Allahuyarham ustadz Abdullah Sahid Pendiri Hidayatullah, nampak dari cita-cita beliau dengan pernyataanya “selamat datang di alam kenyataan selamat tinggal alam pernyataan” bahwa Islam tidak semata teori, postulat, konsep, istilah yang dihafal lalu menguap lenyap di permukaan tapi ia adalah gerak dari titah suci dari Yang Maha Suci mebersihkan baik aktivitas segala pemikiran dan aktivitas manuisa secara kelakuan.
Secara konseptual islam sudah tuntas baik ajaran maupun pengajarannya namun dalam aktualisasinya, disinilah berlaku sunnatullah, tantangan, ujian untuk mewujud nyata dalam gerak dan amal hingga hidup umat penuh semangat bergairah dan menggairahkan.
Tulisan saya kali ini mencoba menginsafi merefleksi diri dari hadits yang sudah sering kali kita mendengarnya. Berangkat seiring keinsafan dari sedikit pengatahuan baik secara kauniyah(empiris) maupun qauliyahnya(non-empiris).
Semata-mata sebagai upaya nasihat diri untuk membersihkan diri baik secara pemahaman maupun amalan agar sesuai minimal mendekati ajaran Islam. Mudah-mudahan ini menjadi titik awal untuk diri istiqamah bergerak menapaki jalan yang senantiasa menjadi harapan yang setidaknya sering menyebutkan harapan itu dalam sedikitnya 17 kali sehari, hidinasshiratal mustaqiim.
Baik mari kita mengawali saja dengan pertanyaan, Bagaiman mengingat mati? kematian memiliki relevansi dan berkolerasi dengan kehidupan bahkan menentukan manusia berperilaku, beramal, beraktivitas dalam kehidupan ini? Apakah lagi hubungan dengan efisiensi kerja secara profesionalnya ?
Efisiensi kerja/amal merupakan aspek krusial dalam dunia profesional, terutama dalam lingkungan yang dinamis dan penuh tantangan. Menariknya, konsep ini tidak hanya dapat diterapkan dari perspektif manajemen modern, tetapi juga dari sudut pandang spiritualitas dalam Islam.
Dengan mengingat mati, seorang individu dapat meningkatkan efisiensi kerja melalui tiga komponen utama: kesadaran, keahlian, dan disiplin, meminjam tiga istilah ini dalam buku “Tata Kelola Organisasi Dinamis” oleh Prof. Dr. Sedarmayanti dan Dr. Solahuddin Ismail dan kemudian saya mengelaborasinya lebih lanjut sebagai berikut.
Kesadaran sebagai Pilar Efisiensi Kerja
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran: 185).
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Orang yang cerdas adalah orang yang banyak mengingat mati dan mempersiapkan bekal untuk kematiannya.” (HR. Tirmidzi).
Kesadaran adalah kunci pertama dalam mencapai efisiensi kerja. Dalam konteks ini, mengingat mati membantu seseorang untuk selalu sadar akan tujuan akhir kehidupannya, sehingga setiap tindakan yang diambil akan lebih bermakna dan berorientasi pada hasil jangka panjang.
Seorang karyawan yang selalu mengingat mati akan lebih sadar dalam menggunakan waktunya di kantor. Mereka akan menghindari pemborosan waktu untuk hal-hal yang tidak produktif dan lebih fokus pada tugas-tugas yang memberikan nilai tambah (value added), baik untuk dirinya sendiri maupun organisasinya.
Kesadaran akan kematian membuatnya lebih menghargai setiap momen yang diberikan dan menggunakannya sebaik mungkin. Kalua saja ini adalah pekerjaan yang dimilikinya dan terakhir, maka spirit mujahdah tampil kepermukaan dengan unjuk kerja terbaiknya.
Keahlian sebagai Sumber Efisiensi Kerja
Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?'” (QS. Az-Zumar: 9).
Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Keahlian adalah komponen kedua yang penting dalam mencapai efisiensi kerja. Dalam Islam, menuntut ilmu dan mengembangkan keahlian adalah bagian dari ibadah. Dengan mengingat mati, seorang Muslim termotivasi untuk selalu meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya sebagai bekal di dunia dan akhirat.
Seorang profesional yang mengingat mati akan selalu berusaha meningkatkan keahliannya. Misalnya, seorang guru, yang menyadari bahwa hidupnya terbatas akan berusaha untuk terus belajar dan mengikuti perkembangan terbaru di bidang pendidikannya untuk memberikan pelayanan terbaik kepada peserta didik. Dengan keahlian yang terus diasah, efisiensi kerjanya akan meningkat karena ia mampu menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dan tepat.
Seorang professional yang sadar akan kematian berpikir, Jangan sampai mati tidak dalam berjihad meningkatkan keahlian profesinya karena segala amal akan dipertanggungjawabkannya.
Disiplin sebagai Dasar Efisiensi Kerja
Allah SWT berfirman:
“Peliharalah semua shalatmu, dan (peliharalah) shalat Wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 238).
Rasullahulullah SAW bersabda “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR. Bukhari).
Disiplin adalah komponen terakhir yang sangat penting dalam mencapai efisiensi kerja. Disiplin yang diajarkan dalam Islam melalui berbagai ibadah rutin, seperti shalat, puasa, dan zakat, memberikan dasar yang kuat untuk menjalani kehidupan yang teratur dan produktif.
Seorang karyawan yang disiplin dalam menjalankan ibadah shalat lima waktu akan membawa kebiasaan disiplin tersebut ke dalam pekerjaannya. Ia akan datang tepat waktu, menyelesaikan tugas sesuai deadline, dan menjaga kualitas pekerjaannya. Disiplin ini membuatnya lebih efisien dalam bekerja karena ia mampu mengatur waktu dan energinya dengan baik.
Seorang professional yang disiplin senantiasa memerhatikan amal pada setiap waktunya, ia menyadari amalnya dibatasi ruang dan waktu. Dengan disiplin ia tuntaskan segala amal dengan penuh kesadaran dan segenap keahlian sebagaimana penjelasan diatas.
Mengintegrasikan konsep mengingat mati dengan efisiensi kerja tidak hanya memberikan manfaat spiritual tetapi juga keuntungan praktis. Kesadaran akan kematian memotivasi individu untuk selalu introspeksi dan memperbaiki diri. Ini berkolerasi dengan peningkatan kesadaran diri yang penting dalam efisiensi kerja.
Keahlian yang terus diasah sebagai persiapan menuju akhirat juga meningkatkan efisiensi karena keterampilan yang baik memungkinkan tugas diselesaikan dengan lebih cepat dan akurat dan lebih siap mempertanggungjawabkannya kelak diakhirat. Disiplin yang diajarkan dalam Islam melalui berbagai ibadah memberikan fondasi yang kuat untuk keteraturan dan produktivitas dalam bekerja.
Dengan demikian, mengingat mati bukanlah konsep yang hanya relevan dalam ranah spiritual tetapi juga memiliki implikasi praktis yang signifikan dalam meningkatkan efisiensi kerja. Hal ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai spiritual dapat berjalan seiring dengan pencapaian tujuan-tujuan duniawi.
Mengingat mati sebagai sumber efisiensi kerja mengajarkan kita untuk selalu sadar akan tujuan hidup, terus mengembangkan keahlian, dan menjaga disiplin dalam segala aspek kehidupan.
Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ini, kita tidak hanya mencapai kesuksesan duniawi tetapi juga meraih kebahagiaan di akhirat. Islam memberikan panduan yang holistik dan praktis untuk menjalani kehidupan yang produktif dan bermakna, yang relevansinya diakui oleh ilmu pengetahuan modern dan manajemen konvensional.
Walahu ‘alam, walhaqu mirrabbii