Pada pagi yang cerah itu, seorang ayah mengantarkan anaknya yang baru lulus SD untuk melanjutkan pendidikan di SMP di lingkungan pondok pesantren. Mereka berdua duduk di dalam masjid pondok, berhadapan bersila, lutut bertemu lutut. Sang ayah memegang pundak anaknya dengan penuh kasih dan kebanggaan, memulai nasihatnya.
“Anakku, hari ini kamu memulai perjalanan baru dalam hidupmu. Kamu akan belajar banyak hal, bertemu orang-orang baru, dan menghadapi berbagai tantangan. Sebelum ayah melepasmu, ada nasihat yang ingin Ayah sampaikan: Hidup ini adalah permainan, dan kamu harus menjadi pemain profesional.”
Sang anak menatap ayahnya dengan penuh perhatian. Ayahnya melanjutkan, “Hidup adalah permainan yang penuh dengan aturan, strategi, dan tujuan. Sebagai seorang pemain profesional, kamu harus memahami aturan-aturan itu secara sunnatullah kehidupan termasuk aturan disini selama kamu di pondok, kamu akan belajar mengembangkan strategi/cara kamu survive/bertahan, dan selalu ingat apa tujuanmu. Ingatlah, nak, banyak orang yang menguasai dunia dan kamu memasuki permainannya seolah menjadi mainan dunia, bersabarlah dalam hal ini focus pada mimpi/cita/tujuan jangan patah arang dan ketika kamu berada dalam keasyikan penguasaan permainan dunia jangan lupa diri, apapun keadaanmu tidak membiarkan dunia mempermainkan hingga kamu berbuat melampaui batas menampakan kerusakan.”
“berikut contoh singakat yang menarik dari Nabi Yusuf a.s.,” lanjut ayahnya. “Ketika beliau dijebak/dijegal sudaranya sendiri, direndahkan dengan dijual sebagai budak, terperangkap dalam godaan syahwat dan difitnah hingga masuk penjara namun beliau tidak membiarkan keadaan mempermainkan dirinya. Beliau tetap teguh dengan iman dan kebijaksanaan. Akhirnya, beliau menjadi seorang menteri di Mesir, menguasai negeri tersebut dengan keadilan dan kebijaksanaan. Nabi Yusuf a.s. memahami permainan hidup dengan bekal petunjuk mimpinya, hingga bagaimana ketika dalam kesulitan dan kelapangan tampil dengan menguasai permainan berpeluang menciptakan hattrick dengan mebalas demdam kepada orang-orang yang pernah menghinatinya, tidak beliau lakukan dan sungguh beliau tampilkan permainan yang indah memainkan dunia dengan profesionalnya.”
Ayahnya kemudian bercerita tentang salah satu tokoh modern, Muhammad Ali, seorang petinju legendaris. “Muhammad Ali adalah contoh lain dari seorang pemain profesional. Di dalam ring, beliau adalah petarung yang tangguh, pastinya berkorban waktu dan tenaga untuk menguasai setiap gerakan pukulan-pukulan tinju dan strateginya. Di luar ring, beliau menggunakan ketenarannya untuk memperjuangkan hak-hak manusia dan menentang ketidakadilan. Perlawanan Ali kepada mereka yang berkulit putih bukan balas dendam rasis, Ali lakukan untuk kesetaraan dan kebebasan anti rasisme. Ia tidak membiarkan dunia mempermainkan dirinya untuk balas dendam karena itu merusak permainan dan nama baik pemain professional. Dengan sikapnya ini dunia pun akhirnya kehilangan ketika kepergiannya tiba”
“Nak, di pondok ini, kamu akan belajar banyak tentang agama, kehidupan, dan diri sendiri. Jadilah seperti mereka yang Ayah ceritakan tadi. Kuasai ilmu yang kamu pelajari, dan gunakan untuk kebaikan. Jangan biarkan kesulitan dan godaan dunia mempermainkanmu. Tetaplah berpegang teguh pada prinsip dan imanmu.”
Ayahnya kemudian memegang pundak anaknya lebih erat, menatap dalam-dalam ke matanya, dan berkata, “Kamu akan menghadapi banyak permainan dalam hidup ini, nak. Ujian, penghianatan, godaan, tantangan, semuanya adalah bagian dari permainan jangan terpancing menanam benih keerusakan dihati(dedam,iri,dengki) yg suatu saat nanti engkau ‘memanen’(untuk melampiaskan). Tetapi jika kamu bermain dengan profesional, dengan iman(sabar-syukur) dan ilmu (taat aturan-kebijaksanaan), InsyaAllah kamu akan sukses di dunia dan akhirat tampil sebagai pemain profesional. Jangan pernah lupa tujuan akhir kita, yaitu ridha Allah dan surga-Nya.”
Sang anak mengangguk pelan, meresapi setiap kata yang diucapkan ayahnya. Dengan semangat baru, ia siap menghadapi perjalanan hidupnya di pesantren. Ia tahu bahwa hidup ini adalah permainan, dan ia bertekad untuk menjadi pemain profesional, seperti yang ayahnya nasihatkan.
Dengan pelukan hangat dan doa, sang ayah melepas anaknya. Di dalam hati, ia yakin bahwa anaknya akan menjalani hidup dengan penuh semangat, kebijaksanaan, dan iman, siap menghadapi setiap tantangan dan menjadi pemain profesional dalam permainan hidup ini.
Mengakhiri nasihat, sang ayah membukan mushaf di hp mengingatkan anaknya dengan ayat dari Al-Quran:
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (Al-Hadid:20)
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(Al-Qasas:77)
“Nak, kedua ayat tersebut ayah wasiatkan, ini menggambarkan realitas, keadaan kehidupan dunia sesungguhnya. Dunia bukan untuk dijauhi tapi dipahami dengan iqro bismirabbik, ini realitas taqdir yang harus kita hadapi, memahami permainannya dengan bekal ilmu dan iman(pelajari Sunatullah:Kauniyah & Qouliyah). Maka bermainlah dengan bekal tersebut selagi tidak dalam kerusakan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.’ Maka jadilah pemain profesional yang menjunjung tinggi sportifitas dalam hidup ini, nak, dengan mengutamakan akhirat tanpa melupakan dunia, dan selalu berbuat baik diman dan kapan saja kamu berada, inna Allaha ma’anaa. InsyaAllah, kamu akan sukses di dunia dan akhirat.” pungkas sang ayah.